Tsundoku, Mengumpulkan Kertas, Bukan Ilmu

Siapa yang hobinya beli buku tapi jarang dibaca ?

Kalau ketemu dengan pertanyaan seperti di atas, saya pasti masuk dalam daftar paling depan orang-orang yang menjawab "ya". Bisa dibilang saya adalah orang yang sangat mudah terperangkap dalam jaring promosi-promosi apapun -apalagi buku. Bahkan dari judulnya saja, saya bisa langsung jatuh cinta dan membeli buku tersebut. Sayangnya, saya adalah ornag yang malas membaca. 

Setelah berpikir perilaku ini adalah perilaku yang aneh, saya kemudian banyak mencari tau tentangnya. Ternyata, perilaku ini disebut Tsundoku. Istilah yang diberikan kepada orang yang hobi membeli buku tapi tidak pernah membaca bukunya. Saya pernah membaca beberapa orang benar-benar menjadi tsundoku ini.

Dan paling tersimpan di memori ku adalah seorang (kalau tidak salah) pendiri perusahaan yang selalu membeli buku setiap mengunjungi mall dan pada pameran-pameran buku yang besar. Ia berdelik bahwa membeli buku itu sebagai investasinya ketika ia pensiun kelak. Pada saat pensiun, betapa kagetnya dia, karena ternyata sudah mengumpulkan 13.000 eksamplar buku dan bingung akan memulai membaca darimana. Sungguh kejadian yang sebenarnya lucu, tapi memprihatinkan. 

Bagaimana tidak, karena ia bingung akan memulai membaca dari mana, dan merasa tidak akan sanggup membaca buku tersebut, akhirnya buku-buku itu disumbangkan. Adalagi cerita seseorang yang selalu membeli buku tapi jarang membacanya, yang juga akhirnya dia memutuskan untuk menyuimbangkan buku tersebut. Seseorang itu, harus menyewa 3 truk sampah untuk mengangkut bukunya menuju yayasan yang akan disumbangkannya. Luar biasa bukan ?

Saya juga adalah tsundoku, tetapi mungkin sangat  tertolong dengan keadaan yang pengangguran seperti saat ini. Saya memang selalu ngiler dengan promosi buku yang lalu lalang di berandaku, tetapi kalau tak ada uang tabungan yah tidak mungkin kubeli. Saya biasanya harus mengumpulkan receh demi receh untuk mengobati kengileran ku itu terhadap buku.

Kalau sebenarnya buku adalah jendela ilmu, kita membaca untuk mendapatkan ilmu, lain hanya dengan para tsundoku ini. Mereka justru mengumpulkan kertas bukan ilmu. Lalu, muncul pertanyaan, salahkah ?

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.