Merindukan Diriku yang Dulu

Pernah tidak, kita merindukan diri kita yang dulu ? Kita dengan versi terbaik yang ternyata kini telah mundur sedikit demi sedikit. 

Merindukan semangat kita ketika awal hijrah. Dulu, saya ingat bagaimana saya selalu berusaha menjadi orang yang seideal-idealnya mukmin dengan segala cobaan yang begitu menggoda. Yah, cobaan ternyata bukan hanya tentang kesulitan tetapi cobaan yang justru kesenangan. 

Menjadi pribadi yang pertengahan dengan cita-cita surga tertinggi. Menyusun rencana untuk visi yang jauh ke depan. Bukan sekadar pencapaian keduniaan. Pembicaraan bukan lagi tentang diri sendiri, tetapi memberikan perhatian terhadap saudara muslim lainnya. Masalah yang dihadapi bukan lagi tentang kegalauan patah hati, tetapi kekecewaan atas amalan yang tertinggal.

Kini, semuanya sudah terbungkus dalam kerinduan. Tidak ada lagi doa-doa di pertengahan malam yang mengalun hingga ke langit yang ada hanya bisingnya pikiran-pikiran tentang masa depan dan barang-barang elit. 

Lalu, bagaimana caranya mengobati kerinduan itu ? Atau apakah kita pasrah dengan hanya merindukan ? Pertanyaan yang sungguh berat dan mungkin jawabannya harus mencari di hati terdalam. Saya menginsyafi bahwa setiap perkara akan menemui jenuhnya. Begitupun dengan hijrah, kita pasti akan sampai pasa satu titik yang membuat kita lemah.

Menjawab pertanyaan di atas, saya mengingat pelajaran yang dulu saya kenyam bahwa yang paling pertama dipertanyakan ketika kita meninggal adalah tentang sholat. Saya lalu mengambil keyakinan bahwa ketika ingin kembali dalam semangat ketaatan, maka langkah pertama yang ahrus dilakukan adalah dengan memperbaiki sholat. 

Dengan sholat, maka perkara yang lain akan menjadi lebih mudah. Namun yang harus dipahami adalah Allah tidak pernah memerintahkan kita untuk melaksanakan sholat, tetapi Allah memerintahkan kita untuk mendirikan sholat. Kenapa mendirikan ? Karena banyak sholat yang hanya dilaksanakan tanpa didirikan dengan segenap ruh kita. Contoh sederhanya adalah lupa rakaat sholat. Jadi, mulailah dengan menghadirkan jiwa dan pikiran ketika kita sholat sebagai langkah awal untuk mengembalikan semangat hijrah yang dulu.

Oh iya, izinkan saya meralat kata "kita" yang ditulisan ini menjadi "saya".


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.