Teman Duduk
Kata orang, kita mesti memilih teman duduk karena ia sangat berpengaruh pada diri kita. Teman duduk sangat dekat dengan kita, sehingga topik pembicaraan, aktivitas dan lain sebagainya tentu akan dipengaruhi oleh teman duduk kita. Memilih teman duduk menjadi sangat penting untuk kualitas diri kita. Seperti sewaktu sekolah, biasanya kalau teman duduk kita orang yang pintar, maka pastilah kita akan kecipratan pintarnya hehe minimal bisa nyontek tugas yang susah. Sayangnya, kalau di sekolah dulu kadang kita dibatasi untuk memilih teman duduk. Biasanya guru akan mengatur sesuai daftar hadir, urutan abjad, ataupun nomor induk. Nah, beda dengan sekarang, kita sendiri yang memilih teman duduk.
Saat di rumah, kita yang memilih mau duduk dengan siapa. Jangan berpikir bahwa teman duduk terbatas harus sesama manusia karena pada kenyataan sehari-hari kita banyak duduk dengan hal-hal selain manusia. Misalnya, kita bisa bebas memilih untuk duduk dengan televisi, handphone, keluarga, buku ataukah yang parahnya duduk sama kenangan *ups. Semua pilihan tersebut pastinya akan memberikan dampak berbeda pada diri kita tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Saya lalu teringat perkataan orang bijak.
"Sebaik-baik teman duduk adalah buku"
Petikan kalimat di atas saya dapatkan saat membaca buku Laa Tahsan karya fenomenal dari penulis 'Aid Al-Qarni. Jadi, setelah memasuki hari ke tujuh tantangan menulis dari komunitas ODOP (One Day One Post), saya merasa kata-kata ku terkuras habis untuk melanjutkan tulisan. Ide yang terlintas di pikiran sebenarnya banyak, tetapi untuk menguraikannya dalam bentuk tulisan, sangat sulit terealisasi. Hal ini membuat saya bertanya-tanya keadaan apa yang membuat saya seperti ini dan bagaimana saya bisa keluar dari zona ini. Setelah renungan yang tidak begitu panjang, akhirnya saya menemukan bahwa salah satu penyebabnya karena kekurangan sumber daya. Ibarat kendaraan yang tdak bisa bergerak tanpa diisi bensin, maka begitupun tulisan yang tidak mungkin akan lahir jika kurang membaca buku.
Hanya dengan membaca beberapa lembar dari buku Laa Tahsan, saya merasa baru menghirup oksigen seperti baru saja keluar dari lautan dalam. Bagaimana tidak, selama ini teman duduk saya adalah handphone. Meskipun handphone tidak mutlak berdampak buruk, membaca di handphone akan berbeda sensasinya dengan membaca langsung di buku. Handphone memiliki banyak distraksi yang seringkali membelokkan niat awal yang tadinya ingin menambah pengetahuan, justru memberatkan beban mental karena berbagai postingan tak mengenakkan hati. Derasnya aliran informasi yang berada di handphone, membuat kita kesulitan untuk menyaring dan membendungnya. Kita menjadi keteteran memilah informasi mana yang layak disimpan dalam memori kita
Menurut saya, buku menjadi teman duduk paling menenangkan karena buku tak pernah menghakimi jika dirimu tidak tau akan suatu hal. Buku tak pernah merendahkanmu meskipun pengetahuanmu lebih sedikit darinya. Buku akan selalu memberikan jawaban atas setiap tanda tanya di kepalamu. Buku tak pernah keberatan atas pendapat yang kau punya. Buku tak pernah menyalahkanmu ketika memiliki gagasan yang kontradiktif dengan apa yang disampaikannya.
Memilih buku sebagai teman duduk, secara kasat mata terlihat sebagai interaksi satu arah. Padahal, sesungguhnya interaksi dengan buku adalah komunikasi yang timbal balik. Betapa seringnya kita menyaksikan seseorang yang berguman "ohh" ketika membaca buku. Ataukah orang yang berubah ekspresi wajahnya ketika membaca buku. Dua hal itu menjadi bukti kalau sesungguhnya membaca buku adalah dialog interaktif. Buku menjadi penghubung tanda tanya di kepala kita dengan memori yang dimiliki. Hal yang sulit didapatkan ketika bertanya pada manusia karena terkadang pertanyaan yang diajukan justru tak memberi jawaban melainkan menyisakan hal yang tak mengenakkan.
Namun pada akhirnya teman duduk tetaplah suatu hal di luar diri kita. Pada prinsipnya, sesuatu hal di luar diri kita hanya bisa memberikan dampak buruk jika kita mengizinkannya masuk dan memengaruhi kita. Jika teman dudukmu memberikan dampak buruk, maka sebaiknya ditinggalkan karena kamu tak tau sampai kapan bisa bertahan dari pengaruh buruknya. Sebaliknya, jika ia memberikan manfaat, maka terimalah dan pertahankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar