KULABUHKAN CINTAKU PADA DERMAGA ILMU



KULABUHKAN CINTAKU DI DERMAGA ILMU
            Hari ini adalah hari pertama saya mengenakan pakaian putih abu-abu. Saya merasa bangga dan bahagia. Walaupun hari ini saya belum memiliki teman akrab. Tetapi mereka cenderung bersahabat, justru mereka yang lebih awal meminta kenalan denganku. Namun, setelah kenalan mereka pergi dan kembali dengan kesibukannya yang lain. Saya, menduduki bangku terdepan sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, memerhatikan kelas yang sangat bising ini, semua orang sibuk. Ada yang sibuk foto-foto, ada yang sibuk olahraga jempol pakai handphone-nya, ada yang tertawa terbahak-bahak entah apa yang mereka tertawakan. Banyak yang sibuk berkenalan, maklum ini hari pertama sekolah.
Ketika pandanganku sampai di pojok belakang, saya hanya mengucapkan naudzubillah. Sungguh pemandangan yang miris, beberapa cewek mengelilingi bangku seorang cowok, dan salah satunya duduk di atas meja tepat di depannya. Mereka dengan santai bercengramah dan tertawa. Pemandangan yang jarang kutemui membuatku mengerti larangan orang tuaku meninggalkan pondok pesantren. Ada rasa penyesalan meninggalkan pondok itu. Namun, penyesalan tak lagi berguna saat ini. Saya hanya membutuhkan benteng yang kokoh untuk melindungi diri dari berbagai kebebasan yang saat ini kumiliki. Tanpa sadar, saya berubah menjadi orang yang cuek. Bahkan, teman akrabku ketika di pesantren seringkali gagal mengajakku ke mall atau sekedar nongkrong di luar.
Ibuku adalah orang yang begitu tegas. Tak satupun orang yang dapat membantah perkataannya, bahkan Ayahku. Peraturannya yang keras terkadang membuatku merasa tertekan. Tetapi saya sadar bahwa itu adalah bukti rasa sayangnya kepadaku. Larangan keluar rumah tanpa tujuan yang betul-betul penting menjadikan setiap hariku hanya terulang di rumah. Kegiatan-kegiatan yang membosankan menjadi makanan sehari-hari. Seperti menelpon dengan teman, atau terkadang hanya menatap monitor TV seharian padahal saya adalah orang yang tidak suka menonton. Hidupku terasa sangat bosan, padahal kebanyakan orang mengatakan bahwa kehidupan remajalah yang paling indah. Yah, indah karena cinta. Namun aku tak menyetujui opini itu bahkan saya sebagai seorang remaja sangat bingung dengan pertanyaanku sendiri “ kemana akan kulabuhkan cintaku ini”. Apakah hanya pada keluarga atau kepada teman atau bahkan kepada seseorang yang sangat rajin menelponku ketika malam tiba. Tetapi itu semua memberikan aktivitas yang membosankan bagiku.
Untung saja memiliki seorang Ayah yang pengertian. Keinginan saya selalu dipenuhinya. Keesokan harinya kegiatan membosankan itu tak lagi mengisi hari-hariku. Laptop dan sebuah modem telah menjadi sahabat baruku. Merasakan indanya dunia juga bisa kulakukan di rumah. Berselancar di dunia maya menjadi kegiatan favoritku. Saya adalah orang yang senang membaca. Membaca berbagai blog, fanpage, dan lain-lain, membuatku seringkali lupa waktu. Bahkan waktu shalat sekalipun. Al-Qur’an yang terpajang rapih di rak buku ku sangat jarang ku sentuh apalagi untuk dibaca. Namun, membaca blog orang lain itu perlahan menggiringku ke arah yang tepat. Salah satu cerita pendek dari teman dunia maya, membawaku pada sebuah keputusan untuk menaati salah satu perintah Sang Khaliq. Saya berhenti memakai celana jeans dan mulai menggunakan rok. Saya tak perlu lagi repot-repot menyetrika kerudung paris yang tipis dan transparan itu. Mulai saat itulah saya sering membaca postingan-postingannya.
Hidayah itupun semakin dekat ketika kuputuskan untuk aktif dalam organisasi rohis. Dalam organisasi ini, saya diamanahkan menjadi seorang bendahara sehingga mau tidak mau, saya sering bertemu dengan orang-orang yang belakangan ku sebut ukhti. Saya hanya mengenal salah satu dari mereka. Dia adalah tetanggaku. Ia selalu mengajakku mengikuti kajian-kajian, yang disebut kajian jum’at (Kamat). Namun terkadang, setan-setan selalu saja berhasil merayuku untuk menolak ajakannya. Beberapakali saya harus memutar arah dari tangga satu ke tangga lain untuk menghindarinya. Tak jarang pula alasan yang tidak masuk akal terlontar dari mulutku ketika harus berpapasan dengannya yang tidak pernah kecewa dengan berbagai tolakanku sebelum-sebelumnya. Awalnya, mengikuti kamat terasa seru. Tetapi setan kembali berhasil merayuku ketika mendengar seruan untuk hafalan. Seorang muslimah berjilbab panjang, yang begitu ceria dan sangat ramah, tak lagi menjadi motivasiku menghadiri kamat tersebut. Saya mulai menolak dengan aturannya yang mengharuskan menghapal. Pikiran-pikiran jelek selalu terlintas, “masih baru kok disuruh menghapal, bagaimana kalau sudah lama”.
 Saya hanya mengingat perkataan ibuku bahwa saya tidak boleh terikat dalam organisasi yang seperti itu. Kata “yang seperti itu” membuatku sedikit bingung. Dengan kebingungan yang tertahan dan tak mampu ku uraikan dengan kata-kata, membuat ku berkesimpulan bahwa organisasi yang dimaksud adalah yang seperti dijalani oleh kakak ku. Pikiranku bergelayut dan terbang pada beberapa tahun yang lalu. Ketika kakak ku tiba-tiba datang ke rumah dan penampilannya berubah drastis. Dia memakai jubah dibalut dengan kudung yang panjangnya selutut. Sesampainya di rumah, dia berbicara dengan ibu ku. Entah apa yang mereka bicarakan tetapi terlihat ada rona marah di wajah ibuku. Mengingat dengan kejadian itu, saya mulai berpikir untuk menghindari rutinitas kajian itu.
Suatu hari saya dan teman-temanku pergi di sebuah warung es teler untuk sekedar bercengkarama dan menyejukkan tenggorokanku saat teriknya matahari siang. Saat itu, ada sedikit masalah yang terjadi diantara teman-temanku. Tetapi masalah itu tak sempat terselesaikan ketika hpku bergetar. Di layarnya tertulis nama ketua rohis, ia memintaku segera menuju masjid Babussalam, masjid dekat sekolah. Katanya untuk menghadiri rapat rohis. Karena memegang amanah, saya harus hadir dalam rapat itu. Tetapi saya sangat menyayangkan es teler yang ada di depanku ini harus diteguk dengan terburu-buru. Entah kenapa, saya mau dan rajin jika diajak bermusyawarah mengenai rohis. Justru saya malas kalau ajakannya untuk menghadiri. Dengan terburu-buru, saya pun menuju ke mesjid itu.
Sesampainya di masjid Babussalam, saya merasa ada yang berbeda. Katanya rapat rohis tapi kok ada seorang yang berjilbab besar. Pertanyaan itu tak sempat lagi kugubris karena semua orang diam. Lingkaran kecil pun terbentuk dan kakak tadi terdengar sepertinya sedang membuka majelis. Ada perasaan menolak ketika mengingat sms yang memintaku menghadiri rapat rohis, bukan kajian seperti ini. Mood-ku mulai menurun ketika yang lain terlihat begitu akrab dengan kakak tadi. Saya hanya duduk kebingungan di sela-sela lingkaran kecil itu. Semua orang memengang pulpen dan menuliskan apa yang kakak tadi katakan. Dengan terpaksa saya juga mengeluarkan pulpen dan selembar kertas binder. Kutuliskan problematika umat dengan huruf kapital di atas lembaran itu. Saat kakak itu menjelaskan mengenai materi tersebut, saya merasa nyaman dengan keadaan ini. kebetulan masalah saya yang tadi sedikit disinggung dalam pembahasannya. Setelah pembahasan materi selesai, mereka saling salaman satu sama lain. Saya menjabat tangan kakak tadi dan berkenalan dengannya. Belakangan dia disebut sebagai murobbiyah.
Setelah semuanya telah pergi, mulailah ku ungkapkan berbagai pertanyaaan yang ada di benakku kepada teman yang mengajakku tadi. Dia mengatakan bahwa kajian yang tadi, namanya adalah tarbiyah. “hah, tarbiyah ??” kataku spontan. Setahuku, kakak ku juga sering meminta izin untuk pergi tarbiyah dan selalu saja kena marah dari ibuku. Ada rasa takut yang menghampiriku.
Seiring berjalannya waktu, saya selalu mengikuti tarbiyah itu. Terkadang, dalam hati saya menolak untuk pergi. Tetapi entah kenapa pada akhirnya, saya selalu saja berada pada lingkaran kecil itu yang biasa disebut majelis. Dengan perasaan yang tenang ketika mendengarkan berbagai materi. Sekali dalam sepekan setiap hari sabtu, saya berusaha meluangkan waktu untuk menghadirinya. Walaupun terkadang saya selalu terlambat, atau bolos. Tetapi bolosnya dan tidak keseringan. Itupun kalau lagi malas-malasnya. Tetapi terkadang, saya merasa membutuhkan tarbiyah itu. Sepertinya, dari situlah semangatku tumbuh. Jika kemalasan mulai menghampiriku, saya selalu menepisnya dengan mengingat perkataan murobbiyahku: “Bukan hanya tubuh kita yang butuh makan, roh kita pun butuh makanan. Dan makanannya itu adalah ilmu yang didapat di majelis tarbiyah”. Alhamdulillah, perkataan itu membuatku rajin menghadiri tarbiyah. Berbagai tugas, tak bisa kujadikan alasan untuk malas menghadiri tarbiyah. Saya mulai bijaksana menerima berbagai tugas yang diberikan walaupun selalu saja dikumpul tidak tepat pada waktunya. Untunglah murobbiyahku adalah orang yang penuh pengertian dan selalu saja memaafkan ku.
Saat bulan ramadhan tiba, berbagai tugas tarbiayh diberikan sebagai pengganti tarbiyah karena pada bulan ini, tarbiyah dinonaktifkan. Salah satunya adalah membaca buku sirah nabawiyah. Saya meminjam buku kakak ku tetapi ternyata, bukunya ada di kampung. Sehingga ia meminjam pada temannya. Buku itu sangat tebal dengan sampul berwarna hijau. Biasanya saya membaca buku itu di malam hari dan menyimpannya dekat bantal. Malam itu, berbagai buku telah ku baca, ada biografi B.J Habibie, ada novel dan beberapa majalah el-fata. Karena Ayahku selalu datang ke kamarku pada malam hari, dia melihat berbagai buku berhamburan di dekatku. Dengan mata yang agak terbuka sedikit, ku lihat ia memegang buku sirah nabawiyah. Untungnya ia meletakkannya kembali. Saya berpura-pura tidur. Samar-samar ku dengar Ayahku memberitahukan pada ibuku. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki ibuku. Dengan secepat kilat, buku sirah nabawiyah itu, ku sembunyikan di bawah sepreiku. Benar saja dungaanku. Ibuku mengambil berbagai buku yang ada di dekatku termasuk majalah el-fata dan biografi Habibie yang cukup tebal. Tetapi yang lebih mengherankan, kok novelku tidak diambil, padahal jelas-jelas itu berjudul Syarat-Syarat Jatuh Cinta. Saya hanya tertawa dalam hati.
Ke esokan paginya, terdengar suara ibuku memarahi kakak ku. Saat itu, saya berada dalam kamar mandi. Tak ada yang bisa kulakukan, saya hanya menangis mendengar kata-kata ibuku yang memojokkan kakak ku dan mengatakan bahwa kakak ku lah yang telah mengajariku seperti itu dan mengikuti tarbiyah. Bahkan, ibuku mengatakan bahwa kakak ku yang membuatku merubah penampilanku dengan memakai rok padahal beberapa tahun yang lalu sewaktu smp, perkataan kakak ku yang memintaku memakai rok, selalu saja kuabaikan. Saya selalu mengatakan bahwa saya akan memakai rok ketika kuliah nanti. Tetapi Allah berkehendak lain, ia membuka hatiku melalui orang lain, bukan kakak ku. Setelah menenangkan diri di kamar mandi, saya keluar dan melihat kakak ku menangis. Sejak saat itulah kakak ku tidak pernah ada lagi di rumah selama berbulan-bulan. Ternyata, dia tinggal di rumah temannya. Saya memberanikan diri untuk mendatanginya dan membujuknya untuk kembali ke rumah. Tetapi kakak ku juga berkepribadian keras, dia tidak mau menerima ajakanku. Beberapa lama kemudian, ia kembali ke rumah, saya merasa senang. Saya mulai akrab kembali seperti dulu.
Setelah sekian lama mengikuti tarbiyah, banyak perubahan yang terjadi pada diriku. Saya mulai rajin membantu ibu, rajin mengaji, tidak marah lagi ketika disuruh menghapal, dan masih banyak perubahan yang lain. Saya merasa begitu senang dan bersyukur tetap bertahan dalam tarbiyah ini. saya merasa bangga memiliki saudara-saudara seperti mereka.
Saya selalu berdoa kepada Allah agar mendapat hidayah dan berjalan pada jalan yang lurus dan diridhai-Nya. Mungkin, tarbiyah ini merupakan bentuk pengabulan dari doaku. Mendapat hidayah itu, tak semudah mempertahankannya sehingga nasehat-nasehat serta motivasi dari murobbiyah merupakan salah satu cara agar saya selalu dekat dengan Allah. Sungguh dengan ilmulah sebuah amal dapat diperbuat, dan dengan amal itu seseorang bisa mengharap kebahagiaan di keabadian nanti.
Dengan rutinitas yang tarbiyah ini saya merasa sangat nyaman dan bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Sayapun mulai menyetujui opini kebanyakan orang bahwa kehidupan remajalah yang paling indah dan mengasyikkan. Pertanyaan yang dulu selalu membingungkanku, kini terjawab. Akhirnya, kulabukan cintaku di dermaga ilmu ini.


(Sumber : Google Search)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.