Perbatasan Dua Alam (I)
Kebiasan yang telah membudaya di masyarakat pada daerah tertentu adalah mengunjungi kuburan setelah merayakan hari raya idul fitri. Kuburan yang diziarahi adalah milik sanak keluarga yang terdekat. Sangat klasik memang, tetapi banyak sekali sebenarnya nilai filosofi dari tradisi ziarah kubur. Dalam pandangan islam, ziarah kubur dilakukan oleh orang yang masih hidup dengan tujuan untuk mengingat kematian karena kelak kita akan mengalami hal serupa.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menganjurkan
untuk melakukan ziarah kubur dengan adab yang telah ditentukan. Al’ilmu
qobla ‘amal, berilmu sebelum beramal tentunya menjadi prinsip seorang
muslim. Saya belum pernah mengikuti kajian ilmu tentang ziarah kubur sehingga
harus membuka web untuk mencari kaidah tentang ziarah kubur
yang sesuai dengan pemahaman salafushsholeh.
Kuburan yang akan diziarahi terletak di daerah pegunungan Sewo, Kabupaten Soppeng. Jarak dari rumah saudara ibuku tidak begitu jauh, sekitar 200 m untuk sampai di pengunungan itu. Setiap tahun kami memang lebaran bersama keluarga saudara ibu di Soppeng, hmm seperti rumah sendiri rasanya karena nyaman dan adem.
Selepas sholat ashar kami bersiap untuk berangkat, mereka menyiapkan air di dalam teko dan beberapa bunga yang dipetik di halaman rumah, sayang rasanya memetik bunga seindah itu yang hanya akan menjadi sia-sia –mungkin jadi sampah. Prinsip tiga setelah mendapat dan mengamalkan ilmu adalah menyampaikannya ke orang lain. Hal inilah yang paling sulit. Saya mencoba mengingatkan ke ibu, walaupun tidak intens mempelajari ilmu agama yah dia setidaknya tahu lebih sedikit.
“Bu, kita ziarah kubur untuk mengingat kematian yah” kataku dengan
berusaha selembut mungkin dan penuh kehati-hatian.
“Yah, tidak hanya itu. Ziarah kubur dilakukan agar kalian anak
cucu bisa tahu silsilah keluarga, kami memahamkan bahwa kita pernah punya
kakekdan nenek buyut yang namanya seperti ini, mereka hidup di sini
dan dimakamkan di sini. Kebanyakan orang meremehkan hal seperti ini padahal
sangat penting karena kalian harus tahu tentang seluk beluk keluarga sendiri”.
Dengan menarik nafas saya begitu lega mendengar pernyataannya dan
hanya menjawab dengan senyuman. Kami mulai melangkah menuju pemakaman dengan
berjalan kaki. Kami memasuki pemakaman yang diawali dengan tanjakan rendah
saja. Oh iya, jangan lupa ucapkan salam “assalamu’alaikum ya ahlilkubur”. Hehe tenang
saja, tidak akan ada kok yang menjawab salam tadi. Kami sudah
berjalan agak jauh, jalanan dipenuhi dengan batu kerikil dan deadaunan kering
yang berguguran. Di pinggiran jalan itu ada juga batang-batang pohon yang sudah
ditebang.
(To Be Continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar